Kamis, Desember 17, 2009

KISAH SYAHADAH IMAM HUSAIN AS

Perintah Ubaidillah bin Ziyad untuk membantai Al-Husain as. disambut oleh pasukannya. Seruannya untuk menjauhkan diri dari kebenaran mereka ikuti. Agama Umar bin Sa'ad telah dibelinya dengan harga dunia. Tawarannya kepada Umar untuk menjadi komandan pasukan penjegal diterimanya dengan senang hati. Bersama dengan empat ribu orang pasukan berkuda, dia keluar untuk memerangi Al-Husain as. Selain itu Ubaidillah bin Ziyad juga mengirimkan lasykar demi lasykar hingga pada hari keenam bulan Muharram jumlah seluruh pasukan yang terkumpul mencapai dua puluh ribu orang. Pasukan besar ini mempersulit keadaan Al-Husain as. sampai persediaan air minum beliau habis dan dahaga mulai mencekik leher beliau dan rombongan yang bersamanya.

Dengan berdiri bersandarkan pada pangkal pedangnya, beliau berkata dengan suara yang lantang, "Kuingatkan kalian kepada Allah. Apakah kalian mengenalku ?"

Mereka menjawab, "Ya, kami mengenalmu dengan benar. Engkau adalah putra dan cucu Rasulullah ."

Beliau bertanya lagi, "Tahukah kalian bahwa Rasulullah saw. adalah kakekku ?"

"Ya, benar," jawab mereka serentak.

"Bukankah Fatimah putri Rasulullah adalah ibuku ?"

"Ya, benar."

"Bukankah Ali bin Abi Thalib ayahku ?"

"Ya, benar."

"Bukankah Khadijah binti Khuwailid, wanita pertama yang memeluk agama Islam adalah nenekku ?", tanya Al-Husain as. selanjutnya.

"Ya, benar."

"Bukankah Hamzah penghulu para syuhada adalah paman ayahku ?"

"Ya, benar."

"Bukankah Ja'far yang terbang di surga adalah pamanku ?"

"Ya, benar."

"Tahukah kalian bahwa kini pedang Rasulullah berada di tanganku ?"

"Ya, benar."

"Tahukah kalian bahwa sorban yang kupakai ini adalah sorban Rasulullah saw. ?"

"Ya, benar."

"Tahukah kalian bahwa Ali as. adalah orang pertama yang memeluk agama Islam, orang yang paling berilmu,orang yang paling bijak dan pemimpin bagi semua insan Mukmin baik laki-laki maupun perempuan ?", tanya Al-Husain as.

"Ya, benar."

"Kalau begitu atas dasar apa kalian hendak membunuhku, padahal ayahku adalah orang yang kelak akan menjagi penjaga telaga Kautsar. Dialah yang akan menghalau sekelompok orang dari telaga itu seperti orang menghalau kawanan unta yang hendak meminum air. Bendera Rasulullah pun kelak akan berada di tangannya?", tanya Al-Husain lebih lanjut.

"Semua yang anda katakan itu benar dan sudah kami ketahui," jawab mereka. "Tapi meskipun demikian, kami tidak akan melepaskan anda sampai anda merasakan maut dalam keadaan dahaga yang mencekik leher."

Saat Al-Husain as. menyampaikan pidatonya ini, anak-anak dan adik beliau, Zainab,yang mendengarkan kata-kata beliau itu serentak menangis meraung-raung sambil memukuli wajah mereka sendiri.

Al-Husain as. segera memanggil adiknya, Abbas, dan putra beliau, Ali. Kepada mereka berdua beliau berkata, "Diamkanlah mereka! Jika tidak, mereka akan terus menangis."

Syimr bin Dzil Jausyan -semoga Allah melaknatnya- maju. Dengan suara yang lantang, dia memanggil-manggil, "Mana anak-anak saudariku, Abdullah, Ja'far, Abbas dan Utsman?"

Kepada mereka Al-Husain as. berkata, "Penuhilah panggilannya sekalipun dia orang yang fasik! Sebab dia masih termasuk paman kalian."

"Ada apa denganmu sampai kau memanggil kami?", tanya mereka kepada Syimr.

Syimr menjawab,"Wahai keponakanku sekalian, Aku jamin kalian aman. Jadi jangan kalian bunuh diri kalian sendiri dengan membela Al-Husain. Tunduk dan patuhlah kepada Amirul Mukminin Yazid bin Mu'awiyah!"

"Celaka kau dan terkutuklah keamanan yang kau janjikan itu!," ujar Abbas bin Ali as. " Kau suruh kami untuk meninggalkan saudara dan pemimpin kami Al-Husain as., putra Fatimah as. dan tunduk kepada orang-orang laknat putra orang-orang terkutuk itu ?" Syimr pergi meninggalkan mereka dengan amarah yang meluap.

Perawi berkata: Sewaktu Al-Husain as. melihat gelagat yang menunjukkan akan ketidaksabaran mereka untuk segera menyerang dan tidak berfaedahnya semua nasehat yang beliau berikan, beliau berkata kepada Abbas, adiknya, " Jika kau dapat memalingkan perhatian mereka hari ini, lakukanlah segera! Mungkin dengan itu kita dapat beribadah kepada Allah SWT pada malam ini. Karena Dia tahu bahwa aku sangat menyenangi salat menghadap kepada-Nya dan membaca ayat-ayat suci-Nya."

Perawi berkata: Abbas meminta kesempatan tersebut kepada mereka. Umar bin Sa'ad tidak memberikan jawabannya. Umar bin Hajjaj menegurnya. Katanya, "Demi Allah, mereka bukanlah orang-orang Dailam atau Turki yang meminta kesempatan itu. Sebaiknya kita berikan kesempatan ini kepada mereka. Apalagi mereka adalah keluarga dekat Nabi Muhammad saw." Permintaan itupun mereka kabulkan.

Perawi berkata: Al-Husain as. duduk dan tertidur. Ketika terjaga, beliau berkata, "Wahai adikku Zainab, baru saja aku bermimpi melihat kakek kita Rasulullah saw., ayah, ibu, dan kakak kita Al-Hasan. Mereka semua berkata kepadaku," Wahai Husain, kau akan segera pergi berkumpul bersama kami." Sebagian riwayat menyebutkan kata "Besok".

Perawi berkata: Zainab yang mendengar kata-kata abangnya itu langsung memukuli wajahnya dan berteriak histeris. "Zainab, hentikanlah! Jangan kau buat musuh gembira melihat musibah yang menimpa kita," kata Al-Husain as. kepadanya
Malampun tiba. Al-Husain as. mengumpulkan para sahabatnya. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, beliau berkata,

"Amma ba'du. Aku tidak pernah tahu ada sahabat yang lebih setia dari kalian atau keluarga yang lebih mulia dan lebih baik dari keluargaku. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian padaku dengan balasan-Nya yang lebih baik.

Malam kini telah tiba. Jadikanlah ini kesempatan untuk pergi. Aku minta setiap orang yang pergi membawa pergi bersamanya seorang dari keluargaku. Pergilah di kegelapan malam ini. Tinggalkan aku seorang diri berhadapan dengan mereka. Sebab mereka hanya menginginkan aku."

Saudara-saudara Al-Husain as., anak-anak beliau dan anak-anak Abdullah bin Ja'far berseru, "Mengapa kita mesti melakukannya? Apakah supaya kita dapat hidup lebih lama setelah kematianmu? Semoga Allah tidak menakdirkan hal itu terjadi pada diri kita." Orang pertama yang mengatakah hal itu adalah Abbas bin Ali dan kemudian diikuti oleh yang lainnya.

Perawi berkata: Al-Husain as. mengalihkan pandangannya ke arah anak-anak Aqil dan berkata, "Cukup saudara kalian Muslim saja yang terbunuh. Kuizinkan kalian untuk pergi. Pergilah!"

Menurut riwayat lain, saat itulah saudara-saudara dan seluruh keluarga beliau berkata, "Wahai putra Rasulullah, apa yang akan dikatakan oleh orang-orang dan apa jawaban kami kepada mereka jika kita sampai meninggalkan pemimpin kita dan anak dari putri Nabi kita saw., tanpa ikut membidikkan anak panah, tanpa menusukkan tombak dan tanpa mengayunkan pedang bersamanya. Tidak. Demi Allah, kami tidak akan meninggalkanmu selamanya. Tapi sebaliknya, kami akan melindungimu dengan menjadikan badan ini sebagai perisai hidupmu sampai kami semua terbunuh dan syahid di sisimu lalu masuk di tempatmu di sisi Allah SWT. Semoga Allah memperburuk kehidupan setelahmu."

Musim bin 'Ausajah bangkit dan berkata, "Apakah kami akan meninggalkanmu sendirian padahal musuh telah mengepungmu dari segala penjuru? Demi Allah, tidak! Semoga Allah tidak menakdirkan aku melakukan hal tersebut hingga aku dapat mematahkan tombakku di dada mereka dan membabat habis mereka dengan pedangku selagi pangkalnya masih berada dalam genggamanku. Dan jika aku tidak memiliki senjata lagi untuk berperang melawan mereka, akan kulempari mereka dengan batu. Tak akan kutinggalkan engkau sampai aku mati dalam membelamu."

Said bin Abdullah Al-Hanafi berdiri dan berseru, "Demi Allah, kami tidak akan pernah meninggalkanmu, wahai putra Rasulullah. Sehingga Allah mengetahui bahwa kami telah menjaga wasiat Nabi Muhammad saw. dengan membelamu. Jika akau tahu bahwa aku akan terbunuh dalam usahaku membelamu lalu hidup kembali dan dibakar hidup-hidup kemudian abuku disebarkan, begitu seterusnya sampai tujuh puluh kali, tak akan kutinggalkan dirimu sampai kutemui ajalku. Apalagi aku tahu bahwa aku hanya akan sekali mati terbunuh lalu memperoleh kemuliaan abadi."

Zuhair bin Al-Qain tak mau kalah. Katanya, "Demi Allah, wahai putra Rasulullah. Aku gembira jika harus mati terbunuh lalu hidup lagi sebanyak seribu kali, tapi Allah menyelamatkan anda dan keluarga anda dengan kematianku."

Kemudian sahabat-sahabat beliau yang lain mengatakan hal yang serupa. Mereka berkata, "Jiwa kami adalah tebusan jiwa anda. Kami akan membela anda dengan tangan dan wajah kami. Bila kami harus mati terbunuh di sampingmu, berarti kami telah memenuhi janji kami kepada Allah dan kami telah melaksanakan apa yang menjadi kewajiban kami."

Pada waktu itu ada yang berkata kepada Muhammad bin Basyir Al-Hadhrami, " Anakmu kini tengah ditawan di negeri Rey" Ia menjawab, " Aku hanya mengharapkan pahala dari Allah untuk kami. Aku tidak ingin melihat ia ditawan sedangkan aku masih hidup."

Al-Husain as. memperhatikan pembicaraan tersebut. Beliau lalu berkata,"Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Engkau kubebaskan dari baiatku. Lakukanlah sesuatu untuk kebebasan anakmu !"

"Semoga binatang-binatang buas memangsaku hidup-hidup jika aku sampai meninggalkan anda," katanya.

"Kalau begitu , berikan kain-kain yang ada kepada anakmu ini untuk menebus saudaranya!" ujar Al-Husain as. Kemudian kain-kain yang berharga seribu dinar tersebut diserahkan kepadanya.

Perawi berkata: Malam itu Al-Husain as. dan para sahabatnya larut dalam dengungan rabbani. Dengungan suara mereka tak ubahnya suara kawanan lebah. Mereka tenggelam dalam ruku', sujud, berdiri menghadap kiblat dan duduk bermunajat. Malam itu kurang lebih tiga puluh orang dari kamp Umar bin Sa'ad melewati mereka.
Keesokan harinya, Al-Husain as. memerintahkan untuk mendirikan sebuah kemah lagi dan meminta satu tempat yang berisi minyak kesturi yang telah dicampur dengan bunga. Lalu beliau masuk ke dalam kemah tersebut untuk memakai minyak.

Diriwayatkan bahwa Burair bin Hushain Al-Himdani dan Abdur Rahman bin Abdi Rabbih Al-Anshari berdiri di depan pintu kemah itu menunggu giliran setelah beliau. Pada saat itulah Burair bercanda dengan Abdur Rahman. Abdur Rahman berkata kepadanya, "Hai Burair, kenapa engkau tertawa ? Sekarang ini bukan waktunya untuk bercanda dan bermain-main ?!"

Burair menjawab,"Dari dulu sampai sekarang kaum kerabatku mengetahui bahwa aku bukanlah orang yang suka bermain-main. Tapi hal itu aku lakukan karena aku gembira sekali menyaksikan jalan yang kita lalui ini. Demi Allah, kita hanya perlu berhadapan dengan mereka sebentar sambil memainkan pedang kita, lalu kita akan segera jatuh ke dalam pelukan bidadari surga."

Perawi berkata: Pasukan Umar bin Sa'ad bersiap-siap di atas kuda mereka. Melihat itu, Al-Husain as. segera mengutus Burair bin Hushain untuk menasehati mereka. Tapi sayang, kata-kata Burair tidak mereka indahkan. Sia-sia saja usaha yang dilakukan oleh sahabat setia Al-Husain as. itu.

Al-Husain as. naik ke atas untanya – atau kudanya, menurut riwayat yang lain – dan meminta mereka semua untuk diam. Keheningan menyelimuti padang tandus dan gersang itu.

Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan menyampaikan salawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw., para malaikat, nabi dan rasul-Nya, beliau berkata,

"Cekalakah kalian semua! Saat kalian merengek-rengek meminta bantuan kami, kami segera datang memenuhi panggilan kalian. Tapi kini kalian justeru menghunus pedang untuk menyerang kami, padahal kalian masih terikat janji baiat dengan kami. Kalian nyalakan api yang sedianya kami siapkan untuk musuh kami dam musuh kalian. Kini kalian telah berubah menjadi budak-budak musuh kalian untuk memerangi pemimpin kalian sendiri, padahal mereka tidak berlaku adil kepada kalian dan tak ada kebaikan yang bisa kalian harapkan dari mereka.

Bukankah sebaiknya kalian sarungkan lagi pedang yang telah dihunus itu dan meninggalkan kami dengan hati lembut. Sekarang masih belum terlambat. Tapi rupanya kalian sangat cepat untuk mendapat kutukan.

Terkutuklah kalian, hai budak-budak hina, pendurjana, pencampak kitab Allah, pemutar balik kata, pewaris dosa-dosa, sasaran tiupan setan dan pemadam Sunnah ! Merekakah yang kalian dukung dengan menghinakan kami?

Demi Allah, ini bukan kali pertama kalian bertindak licik. Kelicikan ini telah mengakar pada kalian semua. Kini orang-orang merasa jijik menyaksikan tindakan kalian ini. Dan kalian menjadi santapan empuk para penguasa zalim.

Ketahuilah bahwa Yazid bin Mu'awiyah memberiku dua pilihan, mati atau hidup terhina. Kami tidak akan memilih kehinaan selamanya. Allah tidak menghendaki hal itu terjadi pada kami, juga Rasul-Nya dan kaum Mukminin. Jiwa suci kami lebih memilih mati dengan terhormat daripada tunduk kepada para penguasa zalim. Ketahuilah, bahwa aku memilih untuk mati bersama kelompok kecil ini, meski tak ada lagi orang yang mau membelaku."

Lalu beliau meneruskan khotbah tersebut dengan bait-bait syair Farwah bin Masik Al-Muradi:

Jika kami menang, hal itu sudah terbiasa dari dulu

Dan jika kalah, tak ada cela bagi kekalahan itu

Rasa takut tak pernah merasuki kalbu kami

Hanya ajallah dan adanya takdir ilahi

Bila maut tak menghampiri suatu golongan

Pasti ia sedang mendatangi kaum yang lain

Mautlah penutup umur orang-orang mulia

Ia jugalah pembinasa umat-umat terdahulu

Jika para raja hidup kekal, kitapun abadi

Jika orang mulia tetap hidup, kita tak akan mati

Katakanlah kepada mereka, "Ingatlah bahwa Kalian akan mengalami hal yang sama

Kemudian beliau berkata,

"Ketahuilah! Demi Allah, setelah ini kalian hanya akan hidup sebentar, selama waktu orang menunggang kuda. Selanjutnya kalian akan diputar seperti gilingan gandum dan digoncang dari porosnya. Ini adalah janji yang diberikan oleh ayahku dari kakekku Rasulullah saw.

Karena itu bulatkanlah tekad kalian dan kumpulkanlah semua sekutu kalian untuk membinasakanku. Kemudian umumkan keputusan itu dan binasakanlah aku, jangan kalian beri aku kesempatan lagi!

Aku berserah diri kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian. Tak ada sesuatupun yang melata di muka bumi kecuali ada pada kekuasaan-Nya. Tuhanku berada di jalan yang lurus.

Ya Allah, jangan Kau turunkan hujan untuk mereka ! Tapi azablah mereka dengan paceklik seperti paceklik di masa Yusuf as.!

Utuslah seorang dari bani Tsaqif untuk menguasai dan menghinakan mereka sehina-hinanya. Karena mereka telah mendustakan dan melecehkan kami. Engkaulah Tuhan kami. Kepada-Mulah kami berserah diri dan kepada-Mulah kami kembali. Engkau tempat kembali segala sesuatu."
Al-Husain as. turun lalu meminta kuda Rasulullah saw. yang bernama "Murtajiz". Setelah naik ke atasnya, beliau memerintahkan para sahabat setianya agar bersiap-siap untuk bertempur.

Diriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir AS beliau berkata, "Jumlah mereka semua empat puluh oang penunggang kuda dan seratus pejalan kaki." Riwayat lain menyebutkan jumlah yang lain.

Perawi berkata: Umar bin Sa'ad bergerak maju dan membidikkan anak panahnya ke arah perkemahan Al-Husain as. sembari berseru, "Saksikanlah dan sampaikan pada tuan gubernur bahwa aku adalah orang pertama yang membidikkan panah." Selanjutnya anak-anak panah menghujani perkemahan Al-Husain mengikuti anak panah bidikan Ibnu Sa'ad.

Kepada para sahabatnya Al-Husain as. berkata, "Semoga Allah merahmati kalian semua. Bangkit dan sambutlah kematian ini! Kematian yang memang harus kita alami. Anak-anak panah ini membawa pesan perang kepada kalian."

Beberapa saat peperangan tak berimbang ini berkecamuk. Serangan demi serangan dilancarkan, sehingga beberapa orang dari sahabat Al-Husain as. gugur sebagai syahid.

Al-Husain as. memegang janggutnya dan berkata, "Allah sangat murka kepada bangsa Yahudi ketika mereka menisbatkan Uzair sebagai anak-Nya. Juga kepada orang-orang Nasrani saat mereka menjadikan-Nya oknum ketiga dari tiga oknum tuhan mereka. Kepada kaum Majusi Allah murka ketika mereka memilih menyembah matahari dan bulan daripada Allah. Dan kini kemurkaan Allah turun atas sekelompok orang yang bahu membahu membunuh anak dari putri Nabi mereka.

Ketahuilah! Demi Allah, tak akan kupenuhi tawaran mereka sampai aku menemui Allah SWT dengan tubuh bersimbah darah."

Diriwayatkan bahwa Imam Ja'far Shadiq as. berkata,

"Ayahku mengatakan bahwa ketika Al-Husain as. berpapasan dengan Umar bin Sa'ad dan pertempuran tengah berkecamuk dengan hebatnya, Allah menurunkan pertolongan-Nya hingga kemenangan berada di atas kepala Al-Husain as.

Lalu Allah memberinya dua pilihan: Kemenangan atas musuh-musuhnya atau bertemu dengan-Nya. Al-Husain as. memilih untuk bertemu dengan Tuhannya."

Perawi mengatakan: Al-Husain as. berkata,"Adakah orang yang masih menginginkan ridha Allah dengan menolong kami ? Adakah orang yang masih mau membela kehormatan Rasulullah saw. ?"

Tiba-tiba Hurr bin Yazid Al-Riyahi menghadap komandan tertinggi pasukan Ibnu Ziyad, Umar bin Sa'ad dan berkata, "Masihkah kau berniat untuk memerangi orang ini?"

Umar menjawab, "Tentu. Aku akan terus memeranginya, minimal sampai kepalanya melayang dan jari-jari tangannya terpotong."

Hurr pergi meninggalkan Ibnu Sa'ad dan menyendiri sedang badannya menggigil. Muhajir bin Aus yang menyaksikan pemandangan aneh ini berkata,"Demi Allah, aku bingung melihat keadaanmu ini. Padahal jika ada orang yang bertanya, siapakah orang Kufah yang paling berani, aku akan dengan mantap menjawab bahwa orang itu adalah kau. Apa gerangan yang terjadi padamu?"

Hurr menjawab, "Demi Alah, aku dihadapkan pada dua pilihan, surga atau neraka. Aku bersumpah bahwa aku lebih memilih surga walaupun mesti dicincang atau dibakar hidup-hidup."

Setelah berkata demikian, Hurr memacu kudanya dengan cepat menuju perkemahan Al-Husain as. dengan tangan di atas kepala dan berseru,"Ya Allah, kini aku bertaubat kepada-Mu, terimalah taubatku ini! Aku telah melakukan kesalahan besar dengan membuat rasa takut yang mencekam hati kekasih-kekasih-Mu dan anak-anak putri Nabi-Mu."

Kepada Al-Husain as. ia berkata, "Akulah orang yang menghalangimu untuk kembali ke kotamu dan menggiringmu ke tempat ini. Demi Allah, aku tidak pernah mengira bahwa mereka akan berlaku sekejam ini padamu. Kini aku bertaubat kepada Allah. Masih terbukakah pintu taubat buatku ?"

Al-Husain as. menjawab,"Ya. Allah telah menerima taubatmu. Turunlah !"

Hurr berkata,"Lebih baik aku berada di atas punggung kudaku dan bertempur membelamu daripada berjalan kaki. Karena bila aku turun, mereka akan langsung membunuhku."

Katanya lagi,"Jika aku merupakan orang pertama yang menghadang anda, izinkan aku untuk menjadi orang pertama yang gugur dari barisanmu. Aku berharap dapat menjabat tangan kakek anda, Rasulullah saw. di hari kiamat kelak."

Al-Husain as. mengijinkannya. Kini Hurr berada di tengah-tengah medan laga dan bertempur dengan sengitnya hingga berhasil membuat beberapa jagoan musuh terkapar di tanah. Tapi iapun gugur sebagai pahlawan. Jasadnya dibawa ke perkemahan Al-Husain as. Beliau sambil membersihkan wajah Hurr dari debu dan tanah berkata, "Engkau Hurr (Merdeka) seperti nama yang ibumu berikan. Engkau bebas dan merdeka di dunia dan akhirat."
l-Husain as. turun lalu meminta kuda Rasulullah saw. yang bernama "Murtajiz". Setelah naik ke atasnya, beliau memerintahkan para sahabat setianya agar bersiap-siap untuk bertempur.

Diriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir AS beliau berkata, "Jumlah mereka semua empat puluh oang penunggang kuda dan seratus pejalan kaki." Riwayat lain menyebutkan jumlah yang lain.

Perawi berkata: Umar bin Sa'ad bergerak maju dan membidikkan anak panahnya ke arah perkemahan Al-Husain as. sembari berseru, "Saksikanlah dan sampaikan pada tuan gubernur bahwa aku adalah orang pertama yang membidikkan panah." Selanjutnya anak-anak panah menghujani perkemahan Al-Husain mengikuti anak panah bidikan Ibnu Sa'ad.

Kepada para sahabatnya Al-Husain as. berkata, "Semoga Allah merahmati kalian semua. Bangkit dan sambutlah kematian ini! Kematian yang memang harus kita alami. Anak-anak panah ini membawa pesan perang kepada kalian."

Beberapa saat peperangan tak berimbang ini berkecamuk. Serangan demi serangan dilancarkan, sehingga beberapa orang dari sahabat Al-Husain as. gugur sebagai syahid.

Al-Husain as. memegang janggutnya dan berkata, "Allah sangat murka kepada bangsa Yahudi ketika mereka menisbatkan Uzair sebagai anak-Nya. Juga kepada orang-orang Nasrani saat mereka menjadikan-Nya oknum ketiga dari tiga oknum tuhan mereka. Kepada kaum Majusi Allah murka ketika mereka memilih menyembah matahari dan bulan daripada Allah. Dan kini kemurkaan Allah turun atas sekelompok orang yang bahu membahu membunuh anak dari putri Nabi mereka.

Ketahuilah! Demi Allah, tak akan kupenuhi tawaran mereka sampai aku menemui Allah SWT dengan tubuh bersimbah darah."

Diriwayatkan bahwa Imam Ja'far Shadiq as. berkata,

"Ayahku mengatakan bahwa ketika Al-Husain as. berpapasan dengan Umar bin Sa'ad dan pertempuran tengah berkecamuk dengan hebatnya, Allah menurunkan pertolongan-Nya hingga kemenangan berada di atas kepala Al-Husain as.

Lalu Allah memberinya dua pilihan: Kemenangan atas musuh-musuhnya atau bertemu dengan-Nya. Al-Husain as. memilih untuk bertemu dengan Tuhannya."

Perawi mengatakan: Al-Husain as. berkata,"Adakah orang yang masih menginginkan ridha Allah dengan menolong kami ? Adakah orang yang masih mau membela kehormatan Rasulullah saw. ?"

Tiba-tiba Hurr bin Yazid Al-Riyahi menghadap komandan tertinggi pasukan Ibnu Ziyad, Umar bin Sa'ad dan berkata, "Masihkah kau berniat untuk memerangi orang ini?"

Umar menjawab, "Tentu. Aku akan terus memeranginya, minimal sampai kepalanya melayang dan jari-jari tangannya terpotong."

Hurr pergi meninggalkan Ibnu Sa'ad dan menyendiri sedang badannya menggigil. Muhajir bin Aus yang menyaksikan pemandangan aneh ini berkata,"Demi Allah, aku bingung melihat keadaanmu ini. Padahal jika ada orang yang bertanya, siapakah orang Kufah yang paling berani, aku akan dengan mantap menjawab bahwa orang itu adalah kau. Apa gerangan yang terjadi padamu?"

Hurr menjawab, "Demi Alah, aku dihadapkan pada dua pilihan, surga atau neraka. Aku bersumpah bahwa aku lebih memilih surga walaupun mesti dicincang atau dibakar hidup-hidup."

Setelah berkata demikian, Hurr memacu kudanya dengan cepat menuju perkemahan Al-Husain as. dengan tangan di atas kepala dan berseru,"Ya Allah, kini aku bertaubat kepada-Mu, terimalah taubatku ini! Aku telah melakukan kesalahan besar dengan membuat rasa takut yang mencekam hati kekasih-kekasih-Mu dan anak-anak putri Nabi-Mu."

Kepada Al-Husain as. ia berkata, "Akulah orang yang menghalangimu untuk kembali ke kotamu dan menggiringmu ke tempat ini. Demi Allah, aku tidak pernah mengira bahwa mereka akan berlaku sekejam ini padamu. Kini aku bertaubat kepada Allah. Masih terbukakah pintu taubat buatku ?"

Al-Husain as. menjawab,"Ya. Allah telah menerima taubatmu. Turunlah !"

Hurr berkata,"Lebih baik aku berada di atas punggung kudaku dan bertempur membelamu daripada berjalan kaki. Karena bila aku turun, mereka akan langsung membunuhku."

Katanya lagi,"Jika aku merupakan orang pertama yang menghadang anda, izinkan aku untuk menjadi orang pertama yang gugur dari barisanmu. Aku berharap dapat menjabat tangan kakek anda, Rasulullah saw. di hari kiamat kelak."

Al-Husain as. mengijinkannya. Kini Hurr berada di tengah-tengah medan laga dan bertempur dengan sengitnya hingga berhasil membuat beberapa jagoan musuh terkapar di tanah. Tapi iapun gugur sebagai pahlawan. Jasadnya dibawa ke perkemahan Al-Husain as. Beliau sambil membersihkan wajah Hurr dari debu dan tanah berkata, "Engkau Hurr (Merdeka) seperti nama yang ibumu berikan. Engkau bebas dan merdeka di dunia dan akhirat."
Perawi berkata: Burair bin Khudhair, seorang yang terkenal zuhud dan ahli ibadah, keluar dari barisan. Yazid bin Mi'qal datang menyambutnya. Keduanya sepakat untuk bermubahalah dan memanjatkan doa agar Allah SWT membinasakan orang yang bersalah di tangan orang yang benar.

Pertarungan antara keduanya dimulai. Sabetan pedang Burair mengakhiri hidup Yazid. Yazid tewas. Burair terus berperang dengan sengitnya sampai kemudian gugur sebagai syahid. Semoga Allah SWT meridhainya.

Wahb bin Habbab Al-Kalbi keluar dari barisan. Dengan terampil dan gerakan yang cepat dan lincah, ia menari-narikan pedangnya dan bertempur dengan gagah berani. Beberapa saat setelah itu, ia kembali ke perkemahan dan menghampiri ibu dan istrinya yang ikut dalan rombongan Al-Husain as. Kepada ibunya ia bertanya,"Ibu, puaskah kau menyaksikan aku bertempur di pihak Al-Husain ?"

Sang ibu menjawab,"Tidak. Aku tidak pernah akan merasa puas sampai menyaksikan kau terbunuh di sisi beliau?"

Istrinya berkata,"Wahb, demi Allah, jangan kau siksa aku dengan kepergianmu."

"Anakku, jangan kau pikirkan apa yang istrimu katakan itu! Kembalilah ke medan laga dan berperanglah demi membela anak putri Nabimu. Kelak kau akan mendapatkan syafa'at kakeknya di hari kiamat."

Wahb kembali ke tengah medan dan terus bertarung melawan musuh-musuh Allah sampai kedua tangannya putus. Sang istri menghampirinya dengan membawa kayu penyangga dan berseru,"Teruslah bertempur demi membela orang-orang suci ini, keluarga Muhammad Rasulullah saw."

Wahb mendatangi istrinya dan menyuruhnya pergi ke kemah para wanita. Sambil memegangi pakaian sang suami ia berkata, "Aku tak mau kembali. Aku ingin mati bersamamu."

Al-Husain as. menghampiri mereka dan menyuruh istri Wahb untuk segera kembali ke tempat para wanita berada dan berkata,"Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Kembalilah kau ke kemah para wanita. Allah merahmatimu."

Wahb Al-Kalbi terus bertempur hingga akhirnya ia gugur sebagai syahid. Ridhwanullahi 'alahi.
Giliran Muslim bin 'Ausajah maju. Dengan sengitnya, ia mengobrak-abrik barisan musuh. Segala rintangan dan cobaan ia lalui dengan tabah. Sampai ia jatuh tersungkur di atas tanah. Ia masih bernafas. Al-Husain as. bersama Habib bin Madhahir mendatanginya. Al-Husain berkata kepadanya,"Semoga Allah merahmatimu, hai Muslim." Beliau membaca ayat suci:

فمنهم من قضي نحبه ومنهم من ينتظر وما بدلوا تبديلا

"Di antara mereka ada yang gugur, ada pula yang masih menunggu. Mereka tidak merubah-rubah (janji mereka)."

Habib mendekatinya dan berbisik,"Sungguh berat bagiku menyaksikan kematianmu, wahai Muslim. Bergembiralah karena surga telah menantimu. "

Dengan suara lirih yang nyaris tak terdengar Muslim menjawab, "Allah juga telah menjanjikan kebaikan untukmu."

"Jika aku tahu bahwa aku hidup lebih lama lagi, dengan senang hati akan kulaksanakan wasiatmu," kata Habib lagi.

"Wasiatku padamu adalah dia – sambil menunjuk kepada Al-Husain as. – Berperanglah demi dia sampai engkau juga terbunuh seperti aku," ujar Muslim.

"Dengan senang hati akan kulaksanakan wasiatmu ini," jawab Habib.

Muslim bin 'Ausajah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ridhwanullahi 'alahi.

'Amr bin Quradhah Al-Anshari maju meminta izin dari Al-Husain as. Beliau mengijinkannya. Iapun langsung masuk ke medan laga dan bertempur dengan gagah berani. Ia rindu untuk segera mendapatkan pahala dan berkhidmat pada Tuhan penguasa langit. Banyak nyawa tentara Ibnu Ziyad yang berhasil ia pisahkan dari badan mereka.

Dialah teladan dari kebenaran dan perjuangan. Tak ada anak panah yang melesat ke arah Al-Husain as. kecuali ia lumpuhkan. Dan tak ada pedang yang terayun ke arah Al-Husain as. kecuali ia tangkis dengan taruhan nyawa. Tak ada gangguan yang berhasil sampai ke tubuh Al-Husain as. selama dia ada, hingga badan 'Amr penuh luka yang menganga. Sambil menengok ke arah Al-Husain as. ia berkata,"Ya Husain, wahai putra Rasulullah, setiakah aku padamu ? "

Al-Husain as. menjawab, "Ya. Kau akan berada di depanku di surga nanti. Sampaikan salamku kepada Rasulullah saw. dan katakan kepada beliau bahwa aku akan segera menyusul."

'Amr kembali bertempur dengan gigihnya hingga akhirnya ia gugur. Ridhwanullahi 'alaihi.
Kini hanya Al-Husain as. dan keluarganya saja yang masih tersisa. Ali bin Al-Husain as., pemuda yang tampan dan menawan baik paras maupun peranginya ini, meminta izin ayahnya untuk maju melawan para durjana musuh-musuh Allah. Izin diberikan.

Al-Husain hanya dapat mengikuti langkahnya lewat pandangan yang sayu. Air mata membasahi pipinya. Sambil terisak beliau berkata, "Ya Allah, saksikanlah ! Pemuda yang sangat mirip dengan Rasul-Mu baik wajah, perangai maupun tutur katanya, kini maju menghadang musuh dan bertarung dengan mereka. Dialah obat kerinduan kami kepada Nabi-Mu. Dengan memandanginya kami dapat mengobati kerinduan itu."

Kemudian beliau berseru, "Hai Ibnu Sa'ad, semoga Allah memutus garis keturunanmu seperti engkau memutus keturunanku dengan membunuhnya."

Ali bin Al-Husain as. maju dan dengan gerakan yang lincah dan penuh semangat ia berhasil mencerai-beraikan barisan musuh. Korban berjatuhan terkena sabetan pedangnya. Kemudian ia kembali ke ayahnya dan berkata, "Ayah, rasa haus ini telah mencekik leherku. Dan besi ini terasa sangat berat di badanku.Adakah cara agar aku bisa mendapatkan air barang seteguk ?"

Al-Husain as. sedih mendengar permintaan anak kesayangannya itu dan sambil menangis beliau berkata, "Oh malangnya engkau! Dari mana aku bisa mendapatkan air? Bertempurlah sejenak! Tak lama lagi kakekmu Muhammad saw. akan memberimu minuman dengan cawannya dan setelah itu kau tidak akan merasakan dahaga lagi selamanya."

Iapun kembali ke medan laga dan bertemput dengan sengitnya, hingga sebuah anak panah kiriman Munqidz bin Murrah Al-'Abdi mengenainya. Ali bin Al-Husain as. tersungkur dan berseru, "Ayah, salam dariku untukmu. Ini dia, kakekku Rasulullah berkirim salam padamu dan berpesan agar engkau cepat-cepat datang menyusul kami." Cawan syahadah ia teguk. Ridhwanullahi 'alaihi.

Al-Husain as. segera menghampirinya dan meletakkan pipi sang anak di pipinya seraya berkata, "Semoga Allah membinasakan mereka yang membunuhmu. Alangkah durhakanya mereka kepada Allah sehingga berani menginjak-injak kehormatan Rasulullah saw. Dunia kini tak berarti lagi setelah kepergianmu, anakku."

Perawi berkata: Zainab binti Ali keluar dari kemah dan menjerit histeris,"Oh sayangku, oh keponakanku." Ia menghampiri jasad Ali bin Al-Husain as. lalu menjatuhkan dirinya di atas tubuh tak bernyawa itu.

Al-Husain as. segera mengambil Zainab dan mengembalikannya ke kemah para wanita.

Satu demi satu jawara Bani Hasyim maju. Sebagian telah gugur di tangan musuh. Saat itulah Al-Husain as. berseru, "Bersabarlah wahai anak-anak pamanku ! Bersabarlah wahai keluargaku! Demi Allah, kalian tak akan merasakan kehinaan lagi setelah hari ini."
Perawi berkata: Seorang anak yang belia dengan wajah bak bulan purnama mendadak keluar dari barisan Al-Husain as. dan bertempur dengan sengit. Ibnu Fudhail Al-Azdi datang dan memukul kepalanya. Tengkorak kepala sang anak pecah dengan luka yang menganga. Ia jatuh tersungkur dan menjerit, "Paman…"

Al-Husain as. segera keluar dari perkemahannya dan memacu kudanya secepat kilat. Dengan pedang yang terhunus di tangan kanannya dan amarah yang memuncak, disabetnya Ibnu Fudhail, yang saat melihat Al-Husain as. berusaha untuk menyelamatkan diri dari maut yang hampir pasti. Pukulan Al-Husain as. ditangkisnya dengan lengan tangan. Suara lengkingannya terdengar kala tangan si durjana itu terlepas dari sikunya. Teriakannya terdengar oleh pasukan Ibnu Sa'ad. Mereka segera datang berusaha untuk dapat menolongnya. Tapi sial, kaki-kaki kuda mereka justeru menginjak-injaknya hingga ia tewas mengenaskan.

Perawi berkata: Debu-debu yang beterbangan reda sudah. Tampak Al-Husain as. berdiri di samping anak tersebut yang masih menyektak-nyentakkan kakinya di tanah. Beliau as. berkata, "Terkutuklah mereka yang telah membunuhmu. Di hari kiamat kelak, kakekmu akan menuntut balas kematianmu dari mereka semua."

Kemudian beliau berkata lagi, "Sungguh berat rasanya bagi pamanmu ini, kala mendengar panggilanmu tapi tak menjawabnya. Atau menjawab tapi suaranya tak lagi dapat memberikan apa-apa. Demi Allah, hari ini telah dipenuhi oleh orang-orang zalim dan sedikit orang yang mau menolong kita."

Al-Husain menggendong jasad belia ini dan meletakkannya di tempat sanak keluarganya yang telah menjadi korban kebiadaban hari itu.
Saat Al-Husain as. memandangi jasad-jasad keluarga dan sahabatnya, beliau bertekad untuk menghadapi sendiri musuh-musuhnya dengan jiwa dan raga. Beliau berkata,

"Adakah orang yang mau membela kehormatan Rasulullah saw. ? Adakah seorang muslim di sini yang takut kepada Tuhannya karena menzalimi kami? Adakah orang yang mau menolong kami karena mengharapkan pahala dari Allah ?"

Jerit tangis para wanita meledak. Al-Husain as. mendatangi kemah dan berkata kepada Zainab,"Ambilkan anakku yang paling kecil! Aku ingin mengucapkan selamat tinggal padanya."

Al-Husain as. mengambil anak tersebut. Ketika hendak menciumnya, sekonyong-konyong sebuah anak panah yang dibidikkan oleh Harmalah bin Kahil melesat dan menancap tepat di kerongkongannya yang mungil itu.. Leher sang anak menganga bagai disembelih. Kepada Zainab Al-Husain as. berkata, "Ambillah !"

Darah segar yang mengucur deras dari leher tersebut beliau tampung di telapak tangan hingga penuh. Lalu darah itu beliau lemparkan ke atas sambil berseru, "Ya Allah, ringankanlah deritaku ini! Engkau telah menyaksikan semuanya."

Imam Baqir as. berkata, "Tak setetespun dari darah itu yang tertumpah ke tanah."

Ada riwayat lain yang lebih logis dan layak untuk diterima. Saat-saat menengangkan dengan berkecamuknya peperangan dan sadisnya pembantaian yang dilakukan oleh musuh, bukan saat yang tepat untuk berpamitan dengan seorang bayi. Riwayat kedua ini menyebutkan bahwa Zainab, adik kandung Al-Husain as., keluar dari kemahnya dengan membawa bayi tersebut seraya berkata, "Abangku, anakmu ini sudah tiga hari lamanya tidak meneguk air sama sekali. Mintalah air untuknya barang seteguk."

Al-Husain as. mengambil sang anak dan berkata kepada mereka, "Hai kalian semua! Kalian telah membantai sahabat-sahabat dan sanak keluargaku. Kini tinggal anakku yang masih bayi ini yang tercekik rasa dahaga. Berilah ia beberapa tetes air untuk membasahi tenggorokannya !"

Ketika Al-Husain tengah berkata demikian, tiba-tiba seseorang melepaskan anak panah ke arah bayi yang berada di tangan Al-Husain as. itu hingga menembus leher mungilnya.

Al-Husain as. memanjatkan doa agar Allah SWT mengazab mereka. Doa tersebut menjadi kenyataan dengan terbantainya mereka di tangan Mukhtar.
Perawi berkata: Rasa dahaga kian mencekik Al-Husain as. Dengan menunggang Mutsannat (Nama kuda beliau, pent), beliau pergi menuju sungai Furat. Abbas, adik beliau ikut menyertai. Di tengah jalan, mereka berdua dihadang oleh pasukan berkuda Ibnu Sa'ad. Seorang dari bani Darim membidikkan panahnya ke arah Al-Husain as. Anak panah itu dengan cepat melesat dan mengenai dagu bawah beliau. Al-Husain as. mencabutnya dan meletakkan tangannya di luka tersebut sampai darah memenuhi kedua telaak tangannya. Beliau melemparkan darah itu dan berkata, "Ya Allah, aku mengadukan kepada-Mu segala apa yang mereka perbuat terhadap anak putri Nabi-Mu."

Pasukan kuda Ibnu Sa'ad kini menghadang Abbas dan mengepungnya dari segala penjuru. Dengan sadis mereka mencincangnya. Semoga Allah mensucikan ruhnya. Ridhwanullahi 'alaihi.

Menyaksikan itu Al-Husain as. tak lagi dapat membendung tangisnya. Dalam hal ini, seorang penyair berkata:

Pemuda yang paling pantas untuk ditangisi

Adalah yang membuat Al-Husain menangisinya

Dialah saudara, dan anak ayahnya, Ali

Abul Fadhl dengan luka di sekujur tubuhnya

Pembela setia dan pengikut sejati

Demi Al-Husain, tinggalkan air, pilih dahaga
Perawi berkata: Al-Husain as. menyerukan untuk bertanding dengannya. Semua yang mencoba maju, beliau robohkan, hingga banyak korban berjatuhan terkena sabetan pedang putra Ali tersebut. Sambil bertempur beliau bersenandung:

Kematian lebih baik dari menanggung hina

Tapi kehinaan lebih baik dari api neraka

Perawi berkata: Demi Allah, tak pernah sekalipun aku menyaksikan seorang yang hatinya telah pilu menyaksikan pembantaian anak, keluarga dan para sahabatnya yang lebih tabah Al-Husain as. Ketika pasukan musuh mendesaknya, dengan memainkan pedangnya beliau balas mendesak gerak laju mereka, bagai serigala yang melepaskan diri dari ikatan yang membelenggunya. Pasukan musuh yang berjumlah tiga puluh ribu orang beliau cerai-beraikan. Barisan mereka terobrak-abrik bak pasukan belalang.

Kemudian beliau kembali lagi ke kemah dan berkata lirih, "Tak ada daya dan upaya kecuali atas kehendak Alah yang Maha Tinggi dan Agung."

Perawi berkata: Al-Husain as. terus bertempur sampai kemudian pasukan musuh menghalangi beliau untuk kembali ke perkemahannya.

Kepada mereka beliau berseru, "Celakalah kalian, hai pengikut keluarga Abu Sufyan! Jika kalian tidak lagi mempunyai agama dan tidak takut akan siksaan Allah di hari kiamat, jadilah orang-orang yang merdeka dalam urusan dunia kalian! Tengoklah kembali rasa kecemburuan kalian jika memang kalian orang Arab !"

Syimr menyahut, "Apa maksudmu, hai putra Fatimah?"

Al-Husain menjawab, "Akulah yang berperang dengan kalian. Sedang wanita-wanita itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan kalian. Cegahlah orang-orang bengis, bodoh dan durjana ini dari perbuatan mereka menginjak-injak kehormatanku selagi aku masih hidup!"

"Kukabulkan permintaanmu itu, hai putra Fatimah," sahut Syimr.

Mereka kemudian serentak maju menyerang Al-Husain as. Serangan dibalas dengan serangan. Meskipun demikian, Al-Husain as. berusaha untuk mendapatkan seteguk air yang bisa membasahi kerongkongannya. Usahanya sia-sia. Badan beliau kini menanggung tujuh puluh dua buah luka.

Al-Husain as. berhenti untuk beristirahat sejenak, setelah badan belau melemah dan ketangkasannya mengendur. Tiba-tiba sebuah batu menghantam dahinya selagi beliau berhenti. Dengan bajunya, beliau mengusap darah segar yang mengalir dari dahi suci itu.

Mendadak sebuah anak panah beracun dan bermata tiga lepas dari busurnya, melesat dan tepat bersarang di jantung beliau. Al-Husain as. berseru:

بسم الله وبالله وعلى ملة رسول الله

Lalu beliau mengangkat kepalanya ke atas dan berkata, "Ya Allah, Engkau tahu bahwa mereka telah membunuh satu-satunya cucu Nabi-Mu."

Al-Husain as. mencabut anak panah itu dari punggungnya. Darah memuncrat bagai pancuran. Kegesitan Al-Husain as. dalam berperang kian melemah. Kini beliau berhenti dan berdiam diri. Setiap orang yang datang ke arahnya, langsung pergi menginggalkannya karena takut akan menemui Allah dengan darah Al-Husain as. Sampai kemudian seorang dari Bani Kindah bernama Malik bin Nasr datang menghampiri dan memaki beliau. Tak lama kemudian ia mengayunkan pedangnya ke kepala Al-Husain as. Penutup kepala beliau terbelah dan pedang melukai kepalanya. Penutup kepala Al-Husain as. berubah menjadi merah bercampur darah.

Al-Husain as. meminta selembar kain untuk menutup luka yang menganga di kepalanya, juga sebuah topi yang diikatkan di kepala.

Tak lama setelah itu, pasukan berkuda musuh kembali menyerang dan mengepungnya. Tiba-tiba Abdulah bin Al-Hasan bin Ali – seorang anak yang belum akil baligh – keluar dari kemah para wanita berlari menuju ke arah Al-Husain as. Zainab binti Ali menyusul dan mencegahnya. Ia meronta-ronta dan berkata, "Demi Allah, aku tidak mau berpisah dari pamanku."

Bahr bin Ka'ab – menurut riwayat lain Harmalah bin Kahil – datang hendak memukul pedangnya ke arah Al-Husain as. Anak tersebut menghardiknya, "Hai anak perempuan kotor ! Kau akan membunuh pamanku ?"

Pedang terayun. Sang anak menangkisnya dengan tangan kosong. Lengan mungil itu nyaris terlepas dari pangkalnya dan tergantung di kulit tangan. Terdengar suara jeritan yang memilukan, "Pamaaan !"

Al-Husain as. memeluknya dan berkata, "Bersabarlah menerima derita ini, wahai keponakanku. Sebentar lagi Allah akan mengumpulkanmu dengan ayah dan kakekmu yang shaleh."

Harmalah melepasakan anak panahnya hingga menembus leher anak Al-Hasan itu. Ia gugur di pangkuan pamannya, Al-Husain as.

Syimr bin Dzil Jausyan menyerang kemah Al-Husain as. dan merusaknya dengan tombak yang ada di tangannya, lalu berkata, "Beri aku api! Biar kubakar habis semua yang ada di dalamya."

Al-Husain as. menyahut, "Hai anak Dzil Jausyan! Kau mau membakar keluargaku ? Semoga Allah membakarmu dengan neraka jahannam."

Syabats datang dan memaki Syimr hingga akhirnya ia pergi meninggalkan tempat itu dengan rasa malu.
erawi berkata: Al-Husain as. mengatakan kepada keluarganya, "Beri aku baju yang sudah kumal biar kupakai di bawah bajuku ini, supaya aku tidak telanjang jika mereka merampas pakaianku."

Celana kolor diberikan. Al-Husain as. menolak dengan mengatakan, "Bukan ini. Ini adalah pakaian orang hina." Lantas beliau mengambil baju yang sudah kumal dan jelek yang kemudian beliau kenakan di baawah baju aslinya. Ketika beliau terbunuh, mereka melucuti pakaian beliau.

Kemudian beliau mengambil celana dari kain Yaman. Setelah merobek celana itu beliau memakainya. Tujuan beliau merobeknya adalah supaya celana itu tidak ikut dirampas dari badannya. Setelah beliau terbunuh, Bahr bin Ka'ab merampasnya dan meninggalkan Al-Husain as. tanpa celana. Sebagai ganjaran atas apa yang diperbuatnya terhadap cucu Rasulullah saw. itu, Allah mengazabnya dengan menjadikan kedua tangannya kering seperti dua batang kayu kering di musim panas. Dan di musim dingin kedua tangannya itu basah dan mengeluarkan cairan darah dan nanah, sampai akhirnya maut menghabisi riwayatnya.

Al-Husain as. telah bersimbah darah dan tubuh beliau kini tak ubahnya seperti binatang landak. Saat itulah Shaleh bin Wahb Al-Muzani menusukkan tombaknya ke pinggang beliau. Al-Husain as. jatuh tersungkur dari kudanya dengan pipi kanan menempel di tanah. Beliau bangkit kembali.

Perawi berkata: Zainab keluar dari kemahnya dan berteriak histeris, "Oh abangku! Oh Junjunganku! Oh Ahlul Bait! Andai saja langit jatuh ke bumi dan gunung runtuh di lembahnya."

Syimr dengan congkak menghadap pasukannya dan berseru, "Tunggu apa lagi kalian? Habisi orang ini!" Orang-orang terkutuk itu segera menyerang Al-Husain as. dari segala arah.

Zar'ah bin Syuraik datang memukul pundak kiri Al-Husain as. Beliau balas memukul Zar'ah dan membantingnya ke tanah.

Seorang lagi datang dan memukulkan pedangnya di pundak suci Al-Husain as. Beliau jatuh tersungkur. Al-Husain as. kian melemah. Dengan susah payah beliau merangkak. Melihat itu, Sinan bin Anas Al-Nakha'i menusukkan tombaknya di tulang atas dada Al-Husain as. lalu mencabutnya dan kembali menusukkan tombaknya itu di tulang dada beliau.

Tak puas dengan itu semua, Sinan membidikkan panahnya ke arah Al-Husain as. Anak panah itu tepat bersarang di leher beliau. Al-Husain as. jatuh. Sambil terduduk beliau berusaha untuk mencabut anak panah itu dari lehernya. Tapi setiap kali, kedua telapak tangan beliau lebih dahulu dipenuhi oleh darah yang mengucur deras. Darah itu beliau usapkan di kepala dan janggutnya seraya berkata, "Dengan begini aku akan menghadap Allah dengan berlumuran darah dan terampas hakku."

Umar bin Sa'ad berkata kepada seorang di sebelah kanannya, "Turun kau dan habisi Al-Husain !"

Khauli bin Yazid Al-Ashbahi lebih dahulu datang untuk memenggal kepala suci cucu Nabi saw. Tiba-tiba badannya menggigil gemetaran. Sinan bin Anas Al-Nakha'i datang dan tanpa membuang-buang waktu lagi ia ayunkan pedangnya ke leher Al-Husain AS sambil berkata, "Aku bersumpah demi Allah, akan kupenggal kepalamu meskipun aku tahu bahwa kau adalah cucu Rasulullah dan anak dari dua orang yang paling mulia di dunia." Iapun memenggal kepala suci Al-Husain -salawat dan salam Allah atasnya dan atas keluarganya-.

Dalam hal ini penyair berkata:

Adakah bencana seperti yang menimpa Al-Husain

Di hari ia terbunuh di tangan kotor Sinan

Diriwayatkan bahwa Sinan di kemudian hari ditangkap oleh Mukhtar. Jari-jari tangannya dipotong sepanjang ruas jari. Kedua tangan dan kakinya dipisahkan dari tubuhnya. Lalu Mukhtar memasak minyak di dalam sebuah kuali dan melemparkan Sinan yang menggigil ketakutan ke dalamnya.

Abu Thahir Muhammad bin Husein Al-Barsi dalam kitab "Ma'alimu Al-Din" meriwayatkan dari Imam Ja'far Shadiq as., beliau berkata,"Ketika peristiwa terjadi, para malaikat gaduh dan berkata, "Tuhan, ini Al-Husain kekasih-Mu, putra kekasih-Mu dan anak putri Nabi-Mu." Lalu Allah SWT menunjukkan Al-Mahdi kepada mereka dan berfirman, "Aku akan membalas kematian Al-Husain dengannya."

Perawi berkata: Waktu itu debu yang tebal dan berwarna pekat beterbangan di awan diiringi oleh angin merah, sehingga tak ada sesuatupun yang tampak. Melihat itu, orang-orang mengira bahwa azab Allah akan segera turun. Hal itu berlangsung beberapa saat sebelum kemudian menghilang kembali.

Hilal bin Nafi' berkata, "Aku berada di barisan Umar bin Sa'ad. Mendadak seseorang berseru, "Tuan, bergembiralah! Syimr telah berhasil membunuh Al-Husain." Akupun segera keluar menengok ke arah dua barisan bertemu. Kuhampiri ia. Al-Husain as. tengah melewati detik-detik akhir kehidupan di alam fana ini. Demi Allah, tak pernah aku menyaksikan seorang korban yang berlumuran darah yang lebih tampan dan bersinar wajahnya dari Al-Husain. Sinar yang memancar dari wajahnya dan ketampanan parasnya membuatku terlena dari berfikir untuk membunuhnya.

Pada saat-saat yang paling menegangkan itu, Al-Husain as. meminta air. Lalu kudengar suara orang yang mengatakan, "Demi Allah, kau tak akan mendapatkan air sampai kau masuk ke neraka dan meminum timah panasnya."

Kepadanya Al-Husain as. menjawab, "Aku tidak mungkin masuk neraka. Tapi aku akan segera pergi menemui kakekku Rasulullah saw. dan akan tinggal bersamanya di sebuah rumah di dalam surga, di sisi Tuhan yang Maha Perkasa sambil meminum air surgawi yang segar. Lalu aku akan mengadukan kepadanya segala yang kalian perbuat terhadapku."

Mendengar jawaban Al-Husain as. tersebut orang-orang terkutuk itu marah. Tak ada lagi rasa belas kasihan yang masih tersisa di lubuk hati mereka. Lantas mereka memenggal kepala Al-Husain as. sedang beliau terus berkata-kata kepada mereka. Aku heran sekali menyaksikan mereka yang tidak memiliki rasa kemanusiaan sama sekali. Kukatakan kepada mereka, "Demi Allah, aku tidak akan ikut urusan kalian selama-lamanya."

Mereka lalu melucuti barang-barang yang kenakan oleh Al-Husain as. Ishaq bin Haubah Al-Hadhrami mengambil baju beliau dan memakainya. Dengan perbuatannya itu, ia ditimpa penyakit belang dan rambutnya rontok.

Diriwayatkan bahwa di baju beliau terdapat lebih dari seratus buah tusukan pedang, tombak dan anak panah.

Imam Ja'far Shadiq as. berkata, "Al-Husain as. mengalami tiga puluh tiga buah tusukan dan tiga puluh empat buah luka sabetan pedang."

Celana yang beliau pakai dirampas oleh Bahr bin Ka'ab Al-Tamimi. Diriwayatkan bahwa dengan mengambil celana tersebut, beberapa waktu lamanya ia menjadi lumpuh.

Serban beliau di ambil oleh Akhnas bin mirtsad bin 'Alqamah Al-Hadhrami. Menurut pendapat lain: Jabir bin Yazid Al-Audi. Setelah serban tersebut dipakai, ia menjadi gila.

Aswad bin Khalid mengambil sepasang sandal beliau as.

Bajdal bin Sulaim Al-Kalbi mengambil cincin Al-Husain as. Jari tangannya terputus bersama cincin tersebut setelah ia memakainya. Di kemudian hari, ia ditangkap oleh pasukan Mukhtar yang lalu memotong kedua tangan dan kakinya, kemudian membiarkannya bersimbah darah hingga tewas.

Selendang beliau yang terbuat dari kain sutera diambil oleh Qais bin Asy'ats.

Baju besi beliau diambil oleh Umar bin Sa'ad. Ketika Ibnu Sa'ad terbunuh, Mukhtar memberikannya kepada Abu 'Amrah, pembunuh Umar.

Jumai' bin Khalq Al-Audi. Mengambil pedang Al-Husain. Tapi ada pendapat yang lain yang mengatakan bahwa yang mengambil pedang tersebut adalah seorang dari bani Tamim yang bernama, Aswad bin Handhalah.

Pendapat ketiga adalah riwayat Ibnu Sa'ad, yang menyebutkan bahwa Al-Falafis Al-Nahsyali yang mengambil pedang beliau as. Muhammad bin Zakaria menambahkan bahwa pedang tersebut di kemudian hari berada di tangan putri Habib bin Budail.

Pedang yang dirampas ini bukanlah pedang Dzul Fiqar yang terkenal itu. Sebab Dzul Fiqar selalu disimpan dan dijaga bersama benda-benda lainnya yang merupakan pusaka kenabian dan imamah. Para perawi menukil riwayat-riwayat yang membenarkan klaim kita di atas.
Perawi berkata: Seorang budak perempuan datang dari arah kemah Al-Husain as. Seorang laki-laki menghadangnya seraya berkata, "Hai hamba Allah ! Tuanmu telah terbunuh." Budak tersebut berkata, "Aku segera berlari menemui tuan-tuanku sembari menjerit histeris. Mendengar jeritanku, mereka langsung berdiri menghampiriku. Kami larut dalam tangisan dan jeritan."

Pasukan musuh mulai menjarah apa-apa yang ada di kemah keluarga Rasulullah saw. dan para kekasih Zahra'. Mereka menarik dan merampas kain selendang orang perempuan dari belakang. Putri-putri Rasulullah dan keluarganya berhamburan keluar kemah dan menangis sahut menyahut, larut dalam suasana duka perpisahan dengan para penjaga mereka, orang-orang yang mereka cintai.

Hamid bin Muslim berkata: Aku melihat seorang wanita dari bani Bakr bin Wail yang ikut bersama suaminya di barisan Umar bin Sa'ad. Ketika menyaksikan orang-orang Ibnu Sa'ad dengan rakusnya menyerbu kemah para wanita keluarga Al-Husain as. dan menjarah apa saja yang mereka temukan, ia segera mengambil pedang dan berjaalan menuju perkemahan tersebut seraya berkata, "Hai keluarga Bakr bin Wail! Sadarkah kalian bahwa yang kalian merampas adalah barang-barang milik keluarga Rasulullah? Kekuasaan hanya milik Allah. Aku akan membalaskan dendam Rasulullah dari kalian semua." Sang suami datang lalu mengambil dan mengembalikannya ke tempat semula.

Perawi berkata: Mereka kemudian mengeluarkan para wanita dari dalam kemah lalu membakar kemah-kemah tersebut. Wanita-wanita mulia keluarga Rasulullah keluar dengan perasaan sedih yang sangat, terampas segala hak mereka, dan bertelanjang kaki. Tak henti-hentinya mereka menangis. Mereka berjalan bagai tawanan yang hina.

Dengan memelas mereka berkata, "Demi Allah, kami mohon dari kalian. Ijinkan kami untuk melihat tempat jasad Al-Husain as. berada." Saat menyaksikan jasad suci yang tercabik-cabik itu mereka menjerit hiteris dan memukuli wajah mereka sendiri.

Perawi berkata: Demi Allah, aku masih ingat bagaimana Zainab binti Ali meratapi Al-Husain as. dan menjerit dengan suara parau dan hati yang hancur,

"Oh Muhammad! Salam sejahtera dari Tuhan penguasa langit untukmu. Lihatlah! Ini Husainmu tengah terbujur kaku di alam terbuka dengan tubuh bersimbah darah. Badannya terpotong-potong.

Oh sungguh malang! Kini putri-putrimu menjadi tawanan musuh Allah. Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad Mustafa, Ali Murtada, Fatimah Zahra' dan Hamzah Sayyidusy Syuhada, kuadukan penderitaan ini.

Wahai Muhammad! Ini Husainmu, terbaring di alam terbuka. Menjadi sasaran terpaan angin timur. Inilah korban kebiadaban anak-anak sundal.

Oh malangnya! Betapa beratnya penderitaan yang kau alami, wahai Abu Abdillah. Hari ini adalah hari kematian kakekku Rasulullah saw.

Wahai para sahabat Muhammad, lihatlah ! Cucu-cucu Nabi kalian sedang digiring sebagai tawanan."

Dalam sebagian riwayat disebutkan:

"Oh Muhammad! Lihatlah putri-putrimu kini menjadi tawanan. Cucumu terbantai di padang sahara menjadi sasaran terpaan angin timur. Ini Husainmu yang terpenggal kepalanya dan terampas imamah dan serbannya.

Ayahku kujadikan tebusan jiwa orang yang dicincang di hari Senin, yang dirusak kemahnya, yang tidak jauh sehingga diharapkan kedatangannya, yang tiak terluka hingga perlu diobati.

Jiwaku ini tebusan jiwa orang susah yang telah bebas, orang dahaga yang telah gugur, yang janggutnya meneteskan darah, seorang cucu utusan Tuhan penguasa langit, cucu Nabi pembawa hidayah.

Demi Muhammad Mustafa. Demi Ali Murtada. Demi Khadijah Kubra. Demi Fatimah Zahra', penghulu kaum wanita. Demi dia yang matahari kembali ke tempat semula hingga dapat melaksanakan salat.

Perawi berkata: Kata-kata Zainab ini membuat semua orang yang mendengarnya, baik kawan maupun lawan, menangis.

Terlihat Sakinah putri Al-Husain as. memeluk jasad ayahnya yang sudah tak bernyawa lagi itu. Beberapa orang badui datang dan menariknya dengan paksa agar meninggalkan tempat itu.
Perawi berkata: Umar bin Sa'ad berseru kepada pasukannya, "Siapa yang mau menjadi sukarelawan untuk menginjak-injak jasad Al-Husain dengan kaki kudanya ?"

Sepuluh orang maju menyatakan kesediaan mereka. Mereka adalah:

Ishaq bin Haubah yang merampas baju Al-Husain.

Akhnas bin Mirtsad.

Hakim bin Thufail Al-Sabi'i.

'Amr bin Shabih Al-Shaidawi.

Raja' bin Munqidz Al-'Abdi.

Salim bin Khaitsamah Al-Ja'fi.

Shaleh bin Wahb Al-Ja'fi.

Wahidh bin Ghanim.

Hani bin Tsubait Al-Hadhrami.

Usaid bin Malik.

Mereka segera memacu kuda dan menginjak-injak jasad Al-Husain as. dengan kaki kuda mereka hingga dada dan punggung cucu Nabi saw. itu hancur.

Perawi berkata: Kesepuluh orang itu datang menghadap Ubaidillah bin Ziyad. Usaid bin Malik, salah seorang dari mereka, berkata:

Kamilah yang menghancurkan dada dan punggungnya

Dengan kuda yang lincah dan bertali kekang kuat

Kepada mereka Ibnu Ziyad bertanya, "Siapakah kalian?"

Dengan bangga mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang menginjak-injak jasad Al-Husain dengan kuda kami. Kami telah berhasil melumatkan punggung dan dadanya."

Ubaidillah bin Ziyad sangat puas mendengar jawaban itu. Ia lalu memerintahkan untuk memberi mereka sedikit hadiah.

Abu Umar Al-Zahid berkata, "Setelah kami teliti, ternyata kesepuluh orang tersebut adalah anak hasil zina."

Di kemudian hari Mukhtar berhasil menangkap mereka semua. Setelah mengikat mereka dengan rantai besi, ia memerintahkan pasukan berkudanya untuk menginjak-injak dan melumatkan punggung mereka. Mereka semua tewas dengan cara demikian.

Ibnu Rabbah berkata: Aku pernah bertemu dengan seorang buta yang ikut menyaksikan pembantaian terhadap Al-Husain as. Kepadanya aku bertanya perihal penyebab kebutaannya.

Dia menjawab, "Aku menyaksikan pembantaian itu dari dekat. Bahkan aku termasuk salah satu dari kesepuluh orang tersebut. Hanya saja aku tidak ikut andil memukul atau melempar sesuatu kepada Al-Husain. Setelah beliau terbunuh, aku pulang ke rumahku, lalu melaksanakan salat Isya' dan kemudian tidur. Tiba-tiba aku melihat ada seorang yang datang kepadaku dan mengatakan, "Jawablah pertanyaan Rasulullah !"

Kukatakan, "Ada apa sehingga aku mesti pergi menemui beliau ?"

Tanpa menjawab, ia memegangku dengan erat dan menyeretku. Aku melihat Nabi saw. duduk di padang sahara. Kegelisahan tampak jelas pada raut wajahnya. Beliau bertopang dagu pada kedua tangannya. Sebuah senjata kecil ada di tangan beliau. Di sebelah Rasulullah saw., kulihat ada seorang malaikat yang berdiri tegak dengan menghunus pedang yang terbuat dari api. Sembilan orang temanku telah lebih dahulu tewas di tangannya. Setiap ia memukulkan pedangnya, api segera tersembur darinya dan memanggang tubuh mereka.

Aku mendekat ke tempat beliau berada dan bersimpuh di hadapannya. Aku sapa beliau, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah." Tak kudengar jawaban beliau. Lama beliau berdiam diri. Kemudian sambil mengangkat wajahnya, beliau bersabda, "Hai musuh Allah, kau telah menginjak-injak kehormatanku, membantai keluargaku dan tidak mengindahkan hakku sama sekali. Bukankah demikian ?"

Jawabku, "Ya Rasulullah, demi Allah, aku tidak ikut andil dalam memukulkan pedang, menusukkan tombak atau melemparkan anak panah sama sekali."

"Benar," jawab beliau. "Tapi bukankah kau telah ikut dalam menambah jumlah mereka ? Mendekatlah kemari !"

Aku mendekat. Beliau menunjukkan kepadaku sebuah bejana yang dipenuhi darah seraya bersabda, "Ini adalah darah cucu kesayanganku Al-Husain."

Lalu beliau memoles mataku dengan darah itu. Ketika terjaga dari tidurku, mataku menjadi buta sampai sekarang."

Diriwayatkan dari Imam Ja'far Shadiq as., dari Rasulullah saw., beliau besabda, "Di hari kiamat kelak, Allah akan membangunkan sebuah kubah yang terbuat dari cahaya utnuk Fatimah. Lalu Al-Husain akan datang dengan kepala di tangannya. Saat menyaksikan hal itu, Fatimah menjerit histeris hingga tak ada satupun malaikat maupun nabi kecuali ikut larut dalam tangisan menyertainya. Maka Allah menampakkannya di depan Fatimah dalam sebaik-baik rupa. Kemudian Al-Husain as. menyerang para pembunuhnya tanpa kepala. Setelah itu Allah menghadapkan kepadaku semua orang yang ikut andil dalam membantai dan mencincangnya untuk kubunuh semuanya. Lalu mereka dihidupkan kembali untuk dibunuh oleh Amirul Mukminin Ali. Setelah itu mereka dibangkitkan lagi. Kini giliran Al-Hasan membantai mereka. Mereka hidup lagi. Al-Husain membunuh mereka semua. Kemudian mereka dihidupkan lagi. Lalu satu persatu keturunanku membunuh mereka semua. Saat itulah, kemarahan dan dendam yang lama terpendam tersalurkan dan semua derita dapat dilupakan."

Kemudian Imam Ja'far Shadiq as. berkata, "Semoga Allah merahmati syiah kita. Demi Allah, mereka adalah orang-orang Mukmin sejati. Mereka ikut menyertai kita dalam musibah dengan kesedihan dan derita mereka yang berkepanjangan."

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Di hari kimat kelak, Fatimah datang diiringi oleh sekelompok wanita. Terdengar suara yang mempersilahkannya untuk masuk surga. Ia menolak dan berkata, "Aku tidak akan masuk sebelum tahu apa yang diperbuat umat terhadap anakku."

Terdengar suara, "Lihatlah ke tengah-tenah padang Mahsyar !" Fatimah as. melihat Al-Husain as. berdiri tegak tanpa kepala. Ia menjerit histeris menyaksikan keadaan anaknya. Akupun ikut menjerit mendengar jeritannya. Demikian juga para malaikat."

Dalam riwayat lain disebutkan: Fatimah meratap dan mengatakan, "Oh anakku! Oh buah hatiku!" Beliau meneruskan, Saat itulah Allah murka karena kemarahan Fatimah, lalu memerintahkan agar mereka semua dimasukkan ke dalam neraka yang disebut Habhab yang telah dinyalakan seribu tahun lamanya hingga berwarna hitam. Tak ada jalan bagi kesenangan untuk masuk ke dalamnya dan tak ada jalan bagi kesusahan untuk keluar darinya. Datang perintah dari Tuhan kepadanya, "Santaplah para pembunuh Al-Husain!" Neraka itupun segera melahap habis mereka. Setelah mereka berada di dalamnya, ia menggelegar diiringi oleh teriakan dan jeritan mereka.

Mereka lantas berseru, "Tuhan, mengapa Engkau menyiksa kami sebelum para penyembah berhala ?"

Datang jawaban dari Allah yang mengatakan, "Orang yang tahu tidak seperti orang yang tidak mengetahui."

Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Babuwaih dalam kitab 'Iqabu Al-A'mal.
--------------------------------------------------------------------------

Insya Allah akan berlanjut ke Pasca Syahadah

Tidak ada komentar: