Selasa, November 10, 2009

hadis manzilah



hadits Manzilah adalah hadits yang menjelaskan bahwa Imam Ali bin Abi Thalib (sa) memiliki kedudukan yang paling dekat dengan Rasulullah saw seperti kedudukan Harun (as) dengan Nabi Musa (as). Jadi, tidak ada seorang pun manusia yang dapat dibandingkan dengan Imam Ali dalam hal kedekatannya dengan Rasulullah saw. Dengan segala redaksinya yang bermacam-macam, antara lain:

Rasulullah saw bersabda:
أَنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلاَّ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

“Engkau (Ali) di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku.”
أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى

“Tidakkah engkau senang di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.”
أَلاَ تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلاَّ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

“Tidakkah engkau senang di sisiku seperi kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku.”
عَلِيٌّ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى

“Ali bin Abi Thalib di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.”
يَا عَلِيُّ أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي كَهَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلاَّ أَنَّكَ لَسْتَ بِنَبِيٍّ

“Wahai Ali, tidakkah engkau senang di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja kamu bukan seorang nabi.”
مَا مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلاَّ وَلَهُ خَاصَّةٌ، يَابْنَ أَبِي طَالِبٍ، أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلاَّ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

“Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali memiliki kekhususan. Wahai putera Abu Thalib, tidakkah engkau ridha di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku.”
أَلاَ تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلاَّ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي، خَلَّفْتُكَ أَنْ تَكُونَ خَلِيْفَتِي

“Tidak engkau senang di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku, sesudahku engkau akan menjadi khalifahku.”
أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلاَّ النُّبُوَّة

“Tidakkah engkau senang di sisiku seperti Harun di sisi Musa kecuali kenabian.”

Allah swt berfirman:
وَاجْعَلْ لِي وَزِيراً مِنْ أَهْلِي هَارُونَ أَخِي، وَاشْدُدْ بِهِ أَزْرِي، وَاَشْرِكْهُ فِي اَمْـرِي

(Musa berkata): “Jadikan untukku pembantu dari keluargaku, yaitu Harun, saudaraku, teguhkan dengan dia kekuatanku, dan jadikan dia sekutu dalam urusanku.” (Thaha: 29-31).
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَا مَعَهُ أَخَاهُ هَارُونَ وَزِير

“Sesungguhnya Kami telah memberikan Taurat kepada Musa, dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya menyertai dia sebagai wazir (pembantu).” (Al-Furqan: 35).
وَقَالَ مُوسَى لاَِخِيه هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلاَ تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِين

“Musa berkata kepada saudaranya yaitu Harun: Gantikan aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan jangan kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (Al-A’raf: 142)

Hadis Manzilah dengan bermacam-macam redaksinya terdapat dalam kitab:
1. Shahih Bukhari, jilid 5, halaman 24; jilid 6, halaman 3; juz 3, halaman 45, kitab
2. Maghazi, bab ghazwah Tabuk cet. Dar Ihya’ At-Turats Al-Arabi, Bairut.
3. Shahih Muslim, jilid 4, halaman 1870 dan 1871; jilid 2, halaman 236, 237, kitab
4. Fadhlu Ash-Shahabah, bab Fadhail Ali (as), cet. Darul Fikr, Bairut 1398 H.
5. Irsyadus Sari fi syarhi Shahih Bukhari, jilid 6, halaman 363.
6. Fathul Bari, syarah Shahih Bukhari, jilid 7, halaman 60, Ihya At-Turats Al-Arabi, Bairut.
7. Musnad Ahmad, jilid 5, halaman 496.
8. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 125.
9. Ash-Shawa’iqul Muhriqah, halaman 90.
10. Al-Ishabah, Ibnu Hajar Al-Asqalani, jilis 2, halaman 507.
11. Sirah Ibnu Hisyam, jilid 2, halaman 519-520.
12. Tarikh Damsiq, Turjumah Al-Imam Ali (as), jilid 1. halaman 396.
13. Tarikh Baghdad, Abu Bakar Al-Baghdadi, jilid 11, halaman 432.
14. Tarikh Ibnu Asakir, jilid 4, halaman 196.
15. Tarikh Al-Khulafa’, As-Suyuthi, halaman 65.
16. Thabaqat Ibnu Sa’d, jilid 3, halaman 24, cet Dar Shadir, Bairut tahun 1405 H.
17. Sirah Al-Halabiyah, jilid 1, halaman 461.
18. Al-Khashaish oleh An-Nasa’i, halaman 67, no: 44, 61, 67, 77.
19. Al-Jami’ Al-Kabir, jilid 16, halaman 244, no: 7818, cet Darul Fikr, Bairut 1414
20. Al-Bidayah wan-Nihayah, Abul Fida’, jilid 4, juz 7, halaman 340, cet Darul Fikr, Bairut.
21. Kanzul Ummal, jilid 11, halaman 600, dar Ihya’ At-Turats.
22. Zadul Ma’ad, jilid 3, halaman 559, cet Muassasah Ar-Risalah, Bairut 1408 H.
23. ‘Uyunul Atsar, jilid 2, halaman 294, cet. Maktabah dar At-Turats, Madinah Al-Munawwarah tahun 1413 H.
24. Al-Mu’jam Al-Awsath, jilid 4, halaman 484, no: 4248 H.
25. Al-Isti’ab, jilid 3, halaman 197, cet Dar Al-Jayl, Bairut tahun 1412 H.
26. Tahdzibul Kamal, jilid 2, halaman 483, Muassasah Ar-Risalah, Bairut tahun 1413 H.
27. Turjumah Al-Imam Ali (as), jilid 1, halaman 306-393.
28. Kifayah Ath-Thalib fi Manaqib Ali bin Abi Thalib, Hafizh Al-Kanji, halaman 283.
29. Manaqib Al-Imam Ali (as) oleh Al-Maghazili, halaman 34, no: 52, Dar Al-Adhwa’ Bairut tahun 1403 H.
30. Syarah Nahjul Balaghah, Ibnu Abil Hadid, jilid 2, halaman 495.
31. Syarah Nahjul Balaghah, syeikh Muhammad Abduh, jilid 2, halaman 182, cet Al-Istiqamah Mesir.
32. Tafsir Al-Baghawi, jilid 4, halaman 278.
33. Tafsir Jalalayn, jilid 2, halaman 201, Musthafa Al-Babi Al-Halabi Mesir, tahun 1388 H.
34. Majma’ Az-Zawaid, jilid 9, halaman 114, 115
35. Fadhail Amirul mu’minin (as), Ahmad bin Hanbal, halaman 72, no: 109.
36. Hilyatul Awliya’, Al-Hafizh Abu Na’im, jilid 7, halaman 196.
37. Yanabi’ul Mawaddah, Al-Qunduzi, halaman 204.
38. Dzakhairul Uqba, Ath-Thabari, halaman 63.
39. Usdul Ghabah, Ibnu Asakir, jilid 4, halaman 26.
40. Shafwatish Shafwah, Ibnu Al-Jawzi, jilid 1, halaman 432.
41. At-Tadzkirah, Ibnu Al-Jawzi, halaman 22.

IMAM KHOMEINI

Hijrah
Setelah menyelesaikan pendidikannya, tahun 1364 HQ Ayatullah Bahjat kembali ke Iran dan tinggal selama beberapa bulan di kotanya Fuman. Saat tengah mempersiapkan diri untuk kembali ke hawzah Najaf, beliau terlebih dahulu berziarah ke makam suci Sayyidah Fathimah Ma’sumah as dan setelah mendapat informasi mengenai kondisi hawzah Qom dan selama beberapa bulan di sana, beliau diberitahukan mengenai wafatnya guru-guru besar Najaf. Mendengar kabar itu beliau memutuskan untuk tetap tinggal dan menetap di Qom.
Ayatullah Behjat
Ayatullah Behjat
Di kota Qom, Ayatullah Bahjat belajar kepada Ayatullah Al-Udzma Hojjat Kouh Kamareh-i dan menjadi satu dari murid terbaiknya. Saat Ayatullah Bahjat tiba di Qom, beberapa bulan sebelumnya Ayatullah Al-Udzma Boroujerdi datang di Qom, begitu juga sejumlah ulama besar termasuk Imam Khomeini, Ayatullah Golpaigani dan lain-lain. Mereka semua ikut menghadiri kuliah-kuliah yang disampaikan Ayatullah Boroujerdi.

Sekaitan dengan masalah ini, Ayatullah Misbah Yazdi mengatakan:

“Sejak Ayatullah Boroujerdi mulai memberikan kuliahnya di Qom, Ayatullah Bahjat telah menjadi murid cemerlangnya dan termasuk murid yang dikenal suka mengajukan pertanyaan. Biasanya guru yang mengajarkan bahts kharij, biasanya memiliki dua atau tiga orang dari sekian murid-muridnya yang lebih baik dalam menjaga mencatat semua mata kuliah dan terkadang muncul pertanyaan di kepala mereka yang kemudian ditanyakan dan meminta agar gurunya menjelaskan lebih jauh masalah tersebut, sehingga masalah tersebut benar-benar terselesaikan. Murid-murid yang seperti ini sangat detil, pertanyaan mereka lebih ilmiah dan memerlukan pembahasan dan penjelasan lebih banyak. Ayatullah Bahjat di masa itu termasuk murid yang punya posisi seperti ini dalam kuliah yang disampaikan Ayatullah Boroujerdi.”

Mengajar
Ayatullah Bahjat sejak masih belajar pada Ayatullah Isfahani, Gharawi dan Syirazi di Najaf, selain belajar dan mensucikan diri, beliau juga mulai mengajar tingkat suthuh di Najaf. Setelah hijrah ke Qom beliau juga tetap melanjutkan kebiasaannya ini. Sekaitan dengan mengajar jenjang atas (bahts kharij) fikih dan ushul, dapat dikatakan secara keseluruhan beliau telah mengajar selama lebih dari 40 tahun dan karena tidak mencari popularitas, beliau mengajar di rumahnya dan banyak ulama yang bertahun-tahun belajar kepada beliau.

Metode Mengajar
Untuk mengetahui metode pengajaran Ayatullah Bahjat perlu untuk mendengarkan penjelasan Ayatullah Misbah Yazdi. Ia mengatakan:

“Ayatullah Bahjat dalam menjelaskan satu masalah, pertama beliau selalu berusaha untuk mengetengahkannya dari buku Syeikh Anshari dan ketika sampai pada pembahasan yang patut mendapat perhatian beliau mengutip pandangan ulama lain, khususnya dari buku Jawahir Al-Kalam(karya Allamah Syeikh Muhammad Hasan Najafi), almarhum Haj Agha Ridha Hamadani dan yang lain-lain. Setelah itu beliau menyampaikan pendapat pribadinya dan dijelaskan secara terperinci. Metode yang dipakai beliau dari satu sisi membuat murid yang hadir menjadi tahu pandangan ulama lainnya, sekaligus menghemat waktu. Guru-guru besar lain punya cara tersendiri yang tampaknya cocok bagi mereka yang masih baru belajar di mana guru memberikan pandangan terpisah, namun membuat waktu yang dibutuhkan lebih banyak dan biasanya terjadi pengulangan.

Selain mengajar ada poin penting yang kami manfaatkan dari beliau dan sudah barang tentu sebagian dari poin-poin yang disampaikan beliau berasal dari guru-guru beliau yang didapatkannya secara lisan. Poin-poin ini sangat bernilai, dalam dan memiliki kecermatan luar biasa.”

Ayatullah Masoudi yang bertahun-tahun belajar kepada Ayatullah Bahjat mengenai ciri khas dalam mengajar beliau mengatakan:

“Metode pengajaran beliau sangat khas. Biasanya para marji lain dalam kuliah kharij mereka saat menyampaikan satu masalah menyebutkan satu persatu pendapat ulama sebelumnya setelah itu mengkritik satu dan menerima lainnya dan di akhir pembahasan satu dari pandangan itu yang diterima, sekaligus menjelaskan proses argumentasinya. Berbeda dengan yang lainnya, Ayatullah Bahjat tidak sekedar mengutip pendapat ulama, tapi biasanya di awal pembahasan beliau menjelaskan masalah dan proses argumentasinya. Bila sebagian murid mempelajari pandangan ulama dan mengetahui bahwa pandangan siapa yang disampaikan beliau. Ketika bertanya, dia mengetahui terlebih dahulu pendapat siapa ini dan bila menerima juga dengan pengetahuan pendapat siapa yang diterimanaya. Oleh karenanya, siapa yang ingin ikut dalam kuliah Ayatullah Bahjat harus mengetahui terlebih dahulu dasar dan pandangan ulama lainnya.”

Ayatullah Mohammad Hussein Ahmadi Faqih Yazdi menjelaskan metode pengajaran Ayatullah Bahjat seperti ini:

“Biasanya beliau menyampaikan sejumlah masalah asli dan cabangnya setelah memperhatikan kehalusan dan detil hadis atau ayat yang punya hubungan dengan masalah setelah melakukan perbandingan antara tema yang tengah dibahas dengan sejumlah bahasan lain yang punya hubungan. Beliau kemudian menyoroti masalah tersebut dengan ketelitian khusus dalam menjaga keseimbangan dua masalah tersebut dan setelah itu mengambil kesimpulan yang harus diakui kesimpulan itu biasanya baru dan sangat ilmiah. Benar-benar beliau saat menjelaskan satu masalah berangkat dari keagungan beliau yang diwarisinya dari para imam as dan ijtihad yang benar harus dianalisa secara detil seperti ini.”